Lanjut ke konten

PIA JANGAN RUGIKAN PETANI GRESIK

Maret 23, 2010

Rencana pemerintah provinsi Jawa Timur membangun Pasar Induk Agrobis (PIA) di Gresik bagian utara mesti dicermati secara mendalam. Pemerintah provinsi dan pemerintah daerah Gresik jangan terburu-buru terpikat dengan bayang keuntungan finansial yang bakal didapat dari proyek tersebut. Persoalan krusial terkait wilayah sosial, budaya, lingkungan, dan perlindungan petani mesti diprioritaskan. Jika tidak, alih-alih mensejahterahkan, petani kecil akan tersingkir dan tidak bisa berproduksi.

Pembangunan PIA tentu merupakan bagian dari perluasan industri yang tujuan akhirnya tentu tidak lain kecuali peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Masalahnya industri meniscayakan penanam modal untuk ikut masuk, dan penanam modal selama ini terbukti hanya memprioritaskan keuntungan finansial diatas segala-galanya. Apakah dalam pembangunan PIA itu pemerintah tidak akan melibatkan pemilik modal atau perusahaan besar? Tentu tidak mungkin.

Peraturan Pemerintah No. 18/2010 tentang Usaha Budidaya Tanaman sebagai payung hukum investasi food estate telah diterbitkan. PP ini salah satu bentuk operasionalisasi UU No. 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) yang sudah disahkan sebelumnya pada 2009. UU PLP2B ini memberikan gerak yang bebas kepada perusahaan atau korporasi besar untuk berinvestasi dan memiliki lahan pertanian pangan.

Hal ini bukan berarti industri pertanian tidak layak dijalankan, atau food estate bukan rencana yang bijak. Tetapi tentu pemerintah dalam merencanakan proyek industri pertanian yang dinamakan dengan Agrobisnis harus berhati-hati.

Kita semua menyadari bahwa pondasi pertanian Indonesia masihlah sangat rapuh. Petani Indonesia yang sebagian besar tidak memiliki modal yang cukup dan lahan yang luas kalah bersaing dengan korporasi besar dalam kompetisi global. Apalagi selama ini kebijakan dan regulasi pemerintah juga dinilai tidak berpihak pada petani kecil. Jika kebijakan Pasar Induk Agrobis tidak berorientasi pada  petani skala kecil, bukan tidak mungkin yang terjadi adalah perampasan tanah. Bukannya mensejahterakan petani tapi malah menjajah mereka.

Pondasi Lingkungan

Secara geografis memang Gresik bernilai strategis karena berada di pesisir utara Jawa. Selain itu juga Gresik dekat dengan ibukota Propinsi. Tidak aneh kemudian jika dalam beberapa tahun terakhir industrialisasi di Gresik semakin meluas. Menurut data Disnaker Gresik setidaknya 877 perusahaan besar dan ratusan perusahaan kecil berdiri di Gresik. Sejumlah kawasan industri dan pelabuhan didirikan untuk mendukung inftrastruktur industri ini. Mungkin industrialisasi berkontribusi pada PAD, namun nyatanya industrialisasi menimbulkan dampak kerusakan lingkungan yang signifikan.

Terkait dengan rencana keberadaan PIA, pengalaman persoalan lingkungan dari industri sebelumnya jangan terulang kembali. Apakah industri pertanian juga berpotensi merusak lingkungan? Tentu saja iya, jika pertanian yang dijalankan mengarah pada produksi missal dengan pemakaian bahan kimia yang tidak ramah lingkungan. Mengutip pendapat M. Islah, manajer kampanye Air dan Pangan Walhi Indonesia, dampak-dampak buruk terhadap lingkungan dan kualitas pangan pada pengalaman food estate di negara lain, seharusnya menjadi pelajaran. Pertanian berbasis rumah tangga lebih ramah lingkungan dan terbukti menunjang ketersediaan pangan Indonesia.

Masih dari berita yang dirilis Walhi Indonesia, Sebuah fact sheet yang dikeluarkan oleh Rain Forest Action Network menjelaskan bahwa pada Maret 2006 ribuan anggota masyarakat di negara bagian Mato Grosso Brazil, jatuh sakit. Pesawat bermesin tunggal menyemprotkan herbisida diatas hamparan tanaman kedelai. Angin menyebarkan herbisida keseluruh kota. Kebun, pohon buah, tanaman hias, tanaman obat komunitas dan tanaman milik para petani kecil hancur. Masyarakat setempat mengalami diare, muntah dan ruam kulit.

Mungkin di Gresik tidak akan seperti itu, namun kita jangan lupa Gresik Utara adalah wilayah pertanian dan perikanan tambak. Petani tambak Gresik menggantungkan suplai airnya dari sungai-sungai. Jika pemakaian herbisida dan pestisida tidak terkendali mencemari sungai, maka ribuah hektar petani tambak terancam bencana.

Pondasi Budaya

Bagi petani tradisional,  lahan pertanian tidak sekedar tempat mencari nafkah. Mengolah lahan pertanian merupakan pengejawantahan religius. Lahan pertanian bagi masyarakat tradisional memiliki nilai sakralitas yang tidak bisa digantikan dengan nilai-nilai uang, tapi itu sejauh paradigma masyarakat masih murni. Namun industri tentu memiliki paradigmanya sendiri, dan masyarakat industri akan mengabaikan relasi manusia-bumi yang harmoni. Paradigma industri mengganti relasi itu pada sekedar hubungan profit-finansial.

Mengutip bahasa Eliade, sejarahwan agama kawakan Amerika, tanah bagi masyarakat tradisional adalah wujud Hierophani Cosmic. Ia tidak profan, ia sakral. Kesuburan tanah yang alami dijaga dengan sungguh-sungguh seolah-olah manusia itu menjaga dirinya sendiri. Menjaga kesuburan tanah diibaratkan dengan menjaga keseimbangan kosmik secara luas. Karenanya bisa dimengerti dalam konteks ini mengapa ada ritual larung saji, sedekah bumi, dan sejenisnya.

Kita saksikan industri telah merubah paradigma ini. Misalnya saja pada pemakaian insektisida dan herbisida agar hasil panen lebih banyak, pemanfaatan tanah sepanjang musim tanpa masa jeda tanam, dan alih fungsi lahan.

Pondasi Ekonomi

Yang lebih penting tentu saja kembali pada kebutuhan dan keuntungan jangka panjang yang didapatkan masyarakat setempat dari adanya proyek PIA tersebut. Pemerintah mungkin bisa berkilah dengan mengatakan bahwa PIA akan memberi perlindungan pasar pertanian dan pengetahuan bertani yang modern bagi masyarakat sekitar. Namun jika regulasi yang disusun tidak pro kepada petani kecil, yang terjadi justru akan sebaliknya.

Masuknya korporasi besar dalam proyek agrobis tentu menciptakan struktur yang kuat dalam dominasi pasar pertanian ini nantinya. Karena itu jika pemerintah tidak memposisikan diri sebagai pelindung petani kecil, tapi menjadi rekanan korporasi boleh jadi rencana PIA malah kontraproduktif bagi petani Gresik.

Bahkan mereka yang tidak masuk dalam proyek PIA ini mendapatkan akibat tidak langsung dengan makin ketatnya pasar penjualan hasil pertanian mereka. Apalagi jika regulasi yang dikeluarkan cenderung mengakomodasi kepentingan suatu kelompok sejauh mereka menguntungkan secara finansial kepada pemerintah.

Tentu kita semua menginginkan adanya peningkatan PAD, tapi jangan sampai teknis implementasinya menganaktirikan petani kecil.[]

2 Komentar leave one →
  1. cah permalink
    Desember 22, 2010 9:02 am

    Pasar Induk Agrobis (PIA) kemungkinan hanya memberi manfaat bagi para pengusaha. Namun kita juga harus sadar bahwa petani di kampung kita juga mengalami lost generations. Generasi petani tak mampu melahirkan petani-petani sesuai jamannya. Akibatnya mereka tak mampu lagi bersandar pada ‘rizki’ bertani. pilihan selanjutnya, ya mereka ‘terpaksa’ atau ‘memaksa’ memilih menjadi pekerja pabrikan atau menjadi buruh migrant. itu realitanya.
    Jadi pemberdayaan masyarakat petani dan mengembalikan ‘madu’ bertani bagi kehidupan harus segera dilakukan. jika kita masih kepingin melihat anak muda bangga menjadi petani.

  2. Juni 2, 2010 2:00 pm

    saiki lak lagi gencar2re pilbup gresik yo… krungu2e pakde sastro nang debat calon bupati gresik sing disiarno nak JTV jawab pertanyaane pak monash… lek nak pemerintahan gresik gak ono kebocoran dana tapi sing ono kebanjiran dana, lah selama 10 tahun iki pak robah maksum jabat bupati gresik tapi gresik yo koyok ngene2 wae gak perubahan sing apik. kiro2 lek humas kepilih wanita ngungkap kebanjiran dana nak pemerintahan iku….

Tinggalkan Balasan ke cah Batalkan balasan